Era teknologi informasi digital sekarang ini membawa banyak
perubahan. Era yang bergerak secara massif dan cepat tersebut telah melahirkan
generasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi
millenial, generasi Z, hingga generasi alpha.
Mereka adalah generasi yang dibesarkan dalam “buaian” gadget.
sumber foto: dokumen pribadi |
Gadget memberikan pengaruh besar pada perempuan
millenial. Akses untuk mereka juga terbuka lebar. Wacana kesertaraan gender pada generasi millenial juga mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Dalam salah satu laman
Tirto.id disebutkan bahwa di era millenial terjadi pergeseran makna gender.
Dalam kutipannya pada The Intelligence
Group pada tahun 2013, lembaga pemerhati perilaku konsumen yang berbasis di
Los Angeles, Amerika Serikat itu merilis riset yang menyatakan bahwa dua per
tiga generasi milenial percaya bahwa kini perkara gender makin buram dan tak
berlaku lagi sebagaimana generasi terdahulu memandang serta menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Meski begitu tidak bisa dipungkiri ketidakadilan gender masih terjadi. Terlihat
dari data kekerasan terhadap perempuan yang masih terus meningkat. Yeni
Lutfiana Koordinator Jawa Timur The Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia menyebutkan jumlah kekerasan terhadap perempuan meningkat di setiap
tahunnya. Hal ini dilihat dari data yang diterima Komnas Perempuan dari tahun
ketahun mulai tahun 2007 hingga 2018 Catahu 2019 menunjukkan hingga 2018
kekerasan terhadap perempuan (KtP) mengalami peningkatan. Akan tetapi, itu
bukan berarti 2007 KtPnya lebih rendah dibanding 2019. Akan tetapi hal itu
dikarena dulu orang tidak tahu cara melapor, kemana harus melapor, dan kalau
melapor malah menjadi blaming the victim
(membuat korban menjadi korban lagi). Berbeda dengan kondisi sekarang ini, dimana
perempuan sekarang sudah ada keinginan untuk melapor dan sudah tahu kemana
harus melapor. Selain itu, pihak berwenang juga sudah memiliki program khusus
penangan kasus kekerasan perempuan, regulasi juga semakin bagus dan tentunya
adanya keterbukaan informasi. Inilah mengapa bahwa kekerasan perempuan bagaikan
gunungan es, dimana semakin kesini semakin meningkat datanya.
sumber foto: dokumen pribadi |
Karena itu, sampai saat ini kesetaraan gender sendiri masih terus dikaji,
diwacanakan dan dipersoalkan karena memang pembedaan gender ternyata memberikan
ketidakadilan kepada salah satu jenis kelamin tertentu. Di antaranya adanya
marginalisasi, diskriminasi, kekerasan, beban ganda, subordinasi, dan stereotipe.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa keterbukaan akses dan kesempatan bagi
perempuan tersebut bagai dua sisi mata uang, dimana satu sisinya adalah peluang
sedangkan di sisi lain adalah hambatan. Bergantung pada apakah perempuan semakin
berdaya dan terliterasi dengan baik. Disinilah pentingnya penguatan peran
perempuan.
Konten Berbasis Gender
Media sosial menjadi media alternatif di tengah-tengah media arus utama.
Tantangannya adalah bagaimana generasi millenial juga bisa mewarnai wacana
tersebut dengan kualitas konten yang bisa jadi masih banyak dimiliki oleh
generasi sebelumnya.
Generasi millenial memang bergerak cepat, aktif, dan bisa mengemas konten
menjadi menarik. Akan tetapi, kedalaman esensi dan kualitas wacana seringkali tetap
di pegang generasi tua.
Siti Rofiah, pemerhati gender dan Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Jombang
dalam sebuah program talkshow radio bertema kesetaraan gender (12/04/2020) juga
menyebutkan generasi millenial ini aksesnya sudah banyak, kesempatannya juga
sudah banyak, akan tetapi harus dikuatkan dengan keinginannya untuk belajar,
untuk membaca buku, karena itu bekal utama, supaya bisa memahami tentang
kesetaraan dan keadilan gender.
sumber foto: dokumen pribadi |
Lemahnya literasi tersebut membuat millenial terkadang enggan bahkan alergi
ketika disebut kata “gender”. Padahal gender adalah bagian dari dialektika
kehidupan sehari-hari. Perempuan terkadang tidak menyadari kalau dirinya dalam
posisi tersubordinasi hingga massifnya double
burden atau beban ganda di era keterbukaan akses ini.
Untuk itu diperlukan sebuah strategi pendekatan kepada generasi millenial
yang tidak hanya berupa pendidikan sharing knowledge atau mentransfer pengetahuan akan tetapi bagaimana mereka menjadi
pelaku atau kreator yang aktif menyebarkan gagasan tentang perempuan dan
keadilan gender.
Bikin Konten
Millenial lekat dengan media sosial. Tidak hanya
mengkonsumsi akan tetapi mereka juga aktif dalam membuat konten-konten mengisi
media tersebut. Ini tiada lain karena generasi millenial –sekali lagi- sangat
lekat dengan gadget.
sumber foto: dokumen pribadi |
Bisa dikatakan, gadged dan millenial adalah dua sisi mata
uang. Memahami kondisi tersebut, maka memproduksi konten kreatif berbasis
kesetaraan gender bisa menjadi strategi pendekatan kepada millenials. Baik itu
berupa meme yang diunggah di insatagram atau facebook, video kreatif di
youtube, podcast yang lagi hits atau bahkan tiktok.
sumber foto: dokumen pribadi |
Cara-cara semacam itu dilakukan untuk memberi pemahaman,
selain itu untuk membangun daya kritis millenial untuk itu berwacana dan
menuangkan gagasan dan pemikirannya melalui konten-konten kreatif video ataupun
meme.
sumber foto: dokumen pribadi |
#educenterid
Keren tulisannya temanku, semoga menang. Aku doakan.aamiin.
ReplyDeleteya aallaah aminn... ya allah kabulkan doa sobatku yang satu ini xixixiix. mbak bagi link tulisan smpyn yng lomba ini dong
ReplyDelete