![]() |
sumber ilustrasi: http://fajar-kurnianto.blogspot.com/ |
Dalam meraih kesuksesan dibutuhkan jiwa bersaing. Dalam
ungkapan dan anjuran, ‘hari ini lebih baik dari kemarin’ tersimpan perintah
bersaing untuk menjadi lebih baik. Lantas siapakah yang bisa dijadikan sebagai
saingan?
Penulis buku ‘Saatnya Memperbaiki Diri, Satria Hadi Lubis’
mengingatkan untuk tidak menjadikan orang lain sebagai lawan atau saingan.
Sebab, menjadikan orang lain sebagai lawan atau saingan, bisa membangkitkan
rasa dengki juga sombong. Jika lawan kita menang maka akan timbul rasa dengki,
sebaliknya jika lawan kita kalah dan kita menang maka akan muncul rasa sombong.
Setiap rasa dengki dan rasa sombong itu ibarat ulat yang bisa menggerogoti daun
hingga hilang keelokannya bahkan bisa habis tak berwujud lagi.
Sebenanya pesaing atau lawan kita adalah diri kita sendiri.
Dalam kutipan sebuah hadist juga disebutkan bahwa Nabi Saw usai berperang badar
mengungkapkan, ada perang yang jauh lebih besar, yaitu perang melawan diri
sendiri (hawa nafsu). Itulah hakikat dari persaingan meraih kesuksesan.
Dalam bersaing dengan diri sendiri, Satria Hadi Lubis
menyebutkan 3 modal yang sekaligus harus kita lawan, yaitu akal, hati dan
jasad. Pikiran yang sempit, hati yang gersang dan tubuh (jasad) yang malas
merupakan musuh yang harus dilawan habis-habisan. Pikiran harus berubah semakin
cerdas dan luas, hati harus berubah menjadi bijak dan bersih, dan jasad harus
berubah menjadi semakin cekatan dan terampil memberi manfaat.
Disarikan dari Buku, Saatnya Memperbaiki Diri (The Habits for
Success), Satria Hadi Lubis (Penerbit Misykat, 2004).
Keren kakak... lanjutkan
ReplyDeleteSiaaapp
DeleteYup...saat ini saya juga hanya bersaing ke diri saya...saya ambil contoh kalau tahun ini selesai baca buku 20 buah... maka tahun depan ditingkatkan agar menjadi 25 atau 30 buku... begitu pun dalam hal pekerjaan dan lainnya
ReplyDeleteKadang yang paling nyebelin adalah kalau mendengar orang bersaing demi gengsi. Duh sebisa mungkin kita dijauhkan dari hal-hal seperti itu yah.
ReplyDeleteIlustrasinya mewakili banget. Bersaing melawan diri sendiri itu yang paling berat yah...Jadi introspesksi nih...Makasih Kak remindernya...
ReplyDeleteSetuju banget, musuh yang terbesar diri kita itu sebenernya bukan orang lain tapi diri kita sendiri. thanks for sharingnya, jadi pengingat diri ini kembali. ^^
ReplyDeleteBetul, diri sendiri yang harus dikendalikan untuk bersaing.
ReplyDeleteSaya setuju, pesaing atau lawan kita sesungguhnya adalah diri sendiri. Apalagi sekarang itu udah gak zaman lagi era persaingan. Sekarang itu eranya berkolaborasi. Kalo gak bisa kolaborasi, ya siap-siap saja tersingkir sendiri.
ReplyDeleteBaca ini jadi menumbuhkan jiwa kompetitifku nih hehehe.
ReplyDeleteBersaing lawan diri sendiri berat ya kak..karena yg kita lawan ego dan hawa nafsu hihi..tapi sbgai manusia pembelajar ya itulah tugas kita selalu berusaha menundukkan diri sendiri dulu..semangat bersaing lawan diri sendiri..
ReplyDeleteYa, kadang banyak yang gak sadar untuk menjadikan orang lain saingannya. Kadang malah pake cara gak bener buat menjatuhkan orang lain yang dianggap saingannya itu. Padahal rezeki mah sudah diatur. Yang harus diubah adalah cara kita sendiri menyaingi kemalasan yang ada dalam diri.
ReplyDeleteNasehatnya pas banget saya nih, hingga saat inimasih sering kalah menaklukkan rasa malas. Thanks telah diingatkan Kak.
ReplyDeleteBenar sekali, bersaing melawan diri sendiri itu yang penting. Jangan pernah bersaing melawan orang lain, ahhh
ReplyDeleteSalfok abis dwngan ilustrasinya Aku kak hahaha.
ReplyDeleteTernyata isinya jauh lebih berbobot.
Gak ada lawan, sesungguhnya lawan sebenarnya adalah diri kita sendiri.
Kalimat yg ngena sekali 😟
Artinya, saingan pertama yang harus kita kalahkan adalah diri sendiri dengan kemalasannya kali ya Kak. Setelah itu barulah mengalahkan orang lain. Terima kasih untuk "tamparan"-nya.
ReplyDeleteIntinya memang pengendalian diri. Jika kita mampu mengemdalikan diri dengan baik. Rasa sombong dan dengki itu bisa teratasi
ReplyDeleteMenurutku, ini cara pandang yang berbeda. Di saat orang menganjurkan agar menjadikan hidup sebagai kompetisi, ini malah mengajar menghindarkan dari kompetisi. Terima kasih, Kak artikelnya.
ReplyDelete