Wajah Perempuan dalam Kecantikan



My ID is Gangnam Beauty adalah drama korea yang diproduksi tahun 2018 dan beberapa waktu lalu tayang di Trans TV. Drakor ini diadaptasi dari cerita Webtoon dengan judul yang sama. Ceritanya cukup menarik, yang seolah menjadi autokritik kepada Korea Selatan sendiri yang marak dengan fenomena operasi plastik.

sumber foto: medium.com
Inti ceritanya tentang seorang gadis yang kerap dibully karena secara fisik dianggap tidak cantik. Akhirnya ia memutuskan untuk operasi plastik. Akan tetapi, meski sudah berubah menjadi cantik, ia tetap saja tidak percaya diri dengan perubahan dirinya. Karena pada kenyataannya, meski operasi plastik banyak dilakukan oleh warga Korsel, warga Korsel kerap memandang sebelah mata mereka yang mengoperasi plastik tubuhnya demi alasan kecantikan.

Oplas kecantikan adalah fenomena kontemporer. Termasuk teknik-teknik kecantikan lainnya dengan cara mengubah yang ada pada tubuh, dengan mengurangi atau menambahkan sesuatu. Alasannya untuk kecantikan. Salah satunya yang sedang digandrungi sekarang adalah wajah perempuan. Wajah yang cantik seolah yang putih, yang kenyal, yang glowing, dan yang licin.

Berbicara kecantikan perempuan adalah berbicara tentang tubuh. Tubuh perempuan tidak hanya tentang fisik saja. Akan tetapi, tubuh tersebut juga menjadi simbol sosial dan kultural. Tubuh menjadi objek instrumental negosiasi identitas diri. Melalui tubuh, seseorang perempuan menampilkan citra tertentu tentang dirinya. Terkadang tubuh perempuan dimodifikasi sedemikian rupa demi penampilan sebagai tujuan utama. Sehingga untuk tujuan itu, kerap kali upaya membentuk tubuh dilakukan dengan melewati batas-batas yang dahulu dipahami sebagai kodrat alami.

Pada perkembanganya, tubuh kemudian bersifat kapitalistik. Produk-produk ketubuhan menangkap peluang keuntungan dengan mengonstruksi citra tubuh. Salah satunya, membangun definisi kecantikan tertentu yang diarahkan untuk mengkonsumsi produk atau teknik kecantikan tertentu. Maka sekarang bisa dilihat betapa banyak produk kecantikan yang beredar di pasaran.
Dalam hal ini, media massa dan media sosial berperan massif dalam membangun citra tubuh cantik. 
Sebab, media massa (media sosial) juga memiliki kuasa dalam mendefisikan kecantikan. Media massa membangun narasi citra-citra kecantikan melalui iklan dan tampilan-tampilan dalam sinemanya. Yang kemudian menjadi rujukan dalam menentukan yang cantik yang glowing, yang cantik yang kulitnya putih dan lembut seperti bayi, yang cantik yang bentuk wajahnya oval dan kenyal, dan seterusnya. Alasan-alasan tersebut dibangun melalui media massa (media sosial) untuk mengulik dan mendorong hasrat manusia yang memang pada dasarnya gemar dengan keabadiaan (seperti mempertahankan kemudaan). Yang sebenarnya dorongannya tidak jauh dari tujuan konsumersime-kapitalistik.

Konsumerisme selalu tiada batasnya. Ia akan terus mendorong hasrat untuk mencapai apa yang terus diiming-imingkan. Sifatnya tidak akan puas, sehingga untuk mendapatkan kecantikan tertentu, seseorang akan melakukan banyak upaya dan berkelanjutan. Hingga, tidak sadar ketika sudah berubah dan tidak ada lagi yang bisa dikembalikan seperti semula, bahkan beresiko fatal. Karena tidak bisa dipungkiri setiap manusia memiliki batasannya. Ya, memang kadang menjadi tabiat kita (manusia) yang sadar akan kefanaan dirinya akan tetapi juga sangat menggandrungi keabadian, salah satunya hasrat kemudaan (ingin tetap menjadi muda) dalam penampilan.

Obrolan semacam ini bisa jadi obrolan usang, akan tetapi tidak ada salahnya kita ingat kembali di era sekarang ini. Karena bisa jadi kita juga melakukan penghambaan kepada penampilan dengan menanggalkan serta meninggalkan esensi yang lebih sejati. Salam!

Comments

Post a Comment