![]() |
sumber foto: m.jabarnews.com |
Jamaknya, 14
Pebruari dirayakan sebagai Valentine's Day. 14 Pebruari dikenal sebagai
selebrasi berbagi coklat, bunga atau hal lain yang merepresentasikan hari kasih
sayang.
Tapi, ada
yang berbeda dengan 14 Pebruari kemarin. Beberapa meme tentang Harlah KH.
Hasyim Asy'ari justru ramai di
postingan whatsapp, instagram dan
facebook. Beragam komentar mengiringi postingan tersebut. Ada yang menulis
"menolak lupa". Ada yang hashtag “#bukan Vals Day”, dan lain
sebagainya.
Setidaknya
postingan tersebut terpantau di akun generasi millenial yang diwakili oleh kelompok santri.
Beberapa portal media seperti NU Online hingga Okezone juga pernah mengulas tentang hari
lahir pendiri ormas terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama
tersebut di tanggal 14 Februari yang lebih dikenal sebagai Hari Kasih Sayang.
14 Pebruari memang lebih
popular sebagai
hari Valentine. Perayaannya seringkali
diiringi perdebatan (kontroversi). Mulai dari
asal-usul historisnya, tradisi barat, bertentangan dengan nilai agama Islam, hingga
dampak melegalkan
pacaran dan pergaulan
bebas di kalangan remaja. Meski begitu, berbagai kontroversi tersebut tetap tidak membuat 14
Pebruari lantas sepi dari selebrasi Valentine’s Day.
Di sisi lain, hampir tidak diingat bahwa 14 Pebruari 1871 memiliki nilai
historis lahirnya tokoh Nusantara yang lebih dikenal sebagai tokoh pesantren,
yaitu KH Hasyim
Asy'ari. Kyai Hasyim,
merupakan
tokoh yang berkontribusi besar, mulai dari
gerakan merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI hingga mengembangkan
pendidikan di basis-basis pedesaan melalui
pesantren dan madrasah-madrasah. Fakta tersebut selama ini lebih banyak tersimpan di kalangan
nahdliyin dan tidak
banyak masyarakat umum yang mengetahui.
Tentang hal ini, Muhammad As’ad pernah menyampaikan autokritik terhadap
cara NU yang eksklusif-konvensional, khususnya dakwah. Dalam tulisannya
Dakwah Islam Moderat (harus) Lebih Kreatif di detik.com
As’ad pernah
mengkritisi sekaligus mengingatkan agar NU dan cara dakwahnya yang konvensional-eksklusif atau disebutkan kurang
“smart” perlu berubah.
Dakwah yang diperlukan sekarang ini adalah dakwah “smart” yang menjawab
kepentingan millenial. Setidaknya dakwah smart itu meliputi estetika visual,
komunikatif dan strategi marketing.
Tampaknya pergeseran menuju dakwah “smart” itu perlahan terlihat. Meme
Harlah Yai Hasyim Asy’ari tersebut menjadi salah satu cara kreatif dan smart
mempopulerkan perayaan Harlah Kyai Hasyim Asy’ari, yang secara tidak langsung
menjadi counter wacana terhadap
Valentine’s Day.
Adu Wacana
Meme menjadi media kreatif untuk menyampaikan pesan. Meme berkembang
sedemikian rupa. Dalam pandangan Richard Dawkins, meme menyangkut segala
sesuatu yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah budaya. Meme
didefinikan sebagai unit pengirim pesan dan unit imitasi budaya yang beredar
dari satu manusia ke manusia yang lain. Meme bisa berupa gagasan, ide, teori,
penerapan, kebiasaan, lagu dan suasana hati. Pemahaman meme kemudian
berkembangan dan dipahami sebagai sebentuk pesan kreatif, simple, menghibur dan
terkadang bernilai kritik dan sindiran yang disebarkan melalui internet.
Meme internet yang terkadang bersifat satir malah mudah diterima
masyarakat. Hal ini tiada lain karena kemasan visualisasi kreatif dan
menghibur.
Di tangan generasi millenial, meme menjadi semacam “senjata” untuk
menyampaikan pikirannya. Meme juga menjadi alat adu wacana yang disebarkan
melalui media sosial (internet).
Marshall Mcluhan
mengatakan media is the massage. Bahwa
teknologi media yang berkembang menentukan jenis pesan apa yang disampaikan,
yang secara otomatis mempengaruhi jenis konversasi dan cara berpikir
masyarakatnya. Era media sosial sekarang ini mensyaratkan pesan harus yang
cepat, simple, dan kreatif sebagaimana pesan khas meme. Akan tetapi Meme juga bisa mereduksi makna. Pesan yang
memiliki kedalaman makna akan menjadi remeh-temeh, receh, bahkan kehilangan
eksklusfitasnya ketika disampaikan dalam bentuk meme internet. Di kalangan
pesantren sendiri memiliki kajian keagamaan yang mendalam. Pesan-pesan keagamaan
yang disampaikan dalam bentuk meme, maknanya menjadi terreduksi, bahkan
menempatkan sesuatu yang mulanya sakral menjadi profan.
Akan tetapi perubahan adalah sebuah keniscayaan. Jika tidak mengikuti
perubahan, maka akan ketinggalan. Cara berpikir masyarakatnya juga berubah.
Kesadaran itu muncul di kelompok santri, sehingga pesan-pesan keagamaan dikemas
dalam bentuk meme yang disebarkan melalui media sosial, termasuk meme tentang
Harlah KH Hasyim Asy’ari.
Dengan begitu, jika kalangan santri membuat meme harlah Kyai Hasyim pada 14 Pebruari sebagai counter Val's Day, akankan ingatan kita tentang 14 pebruari sebagai Valentine
Day beralih menjadi ingatan tentang Harlah Yai Hasyim Asy’ari sebagai tokoh
nusantara yang lahir dan berkontribusi pada negeri ini? Bisa jadi!
Comments
Post a Comment