Menulis Seseru Bergosip


Menurut ilmu orang Jawa Kirata (kira-kira ning nyata), gosip artinya digosok-gosok makin sip. Terbukti, ibu-ibu yang bergerombol menggosip aneka topik ngalor-ngidul makin lama makin asik karena obrolannya makin sip.

sumber: manado.tribunnews.com
Sebenarnya kenapa mereka bisa sedemikian menikmati obrolan mereka? Saya pikir kuncinya satu bahwa tidak ada pakem yang membatasi cara bergosip atau merumpi. Bergosip tidak harus dimulai secara deduktif atau induktif. Tidak harus deskriptif atau naratif. Tidak harus menggunakan bahasa ilmiah atau istilah filosofis. Semuanya bebas dan mengalir. Karena itu, bergosip menjadi sangat menyenangkan, karena bergosip bebas membeberkan aneka bahasan. Mulai harga cabai yang melangit, aneka resep masakan, atau penghasilan suami yang naik turun seiring dengan inflasi-deflasi perekonomian.

Bergosip tidak ada sistematikanya. Orang bergosip bebas caranya. Mereka loncat dari satu topik ke topik yang lain. Dari satu obrolan bersambung ke obrolan yang lain. Namun, biasanya tetap nyambung. Ada kepiawaian membuat transisi yang halus ketika berpindah dari satu ulasan ke ulasan yang lain. Namun semua ulasan tersebut biasanya memiliki benang merah atau keterkaitan.
Memang, ‘kebebasan’ itulah yang membuat gosip menjadi sangat menyenangkan. Bayangkan, jika bukan karena hujan yang tiba-tiba turun tidak akan membubarkan club pergosipan ibu-ibu demi mengangkat jemuran. Jika bukan karena panggilan tugas-tugas rumah tangga, club gosip tidak akan beranjak untuk mengembangkan narasi gosipnya.

Hebat bukan! Penggosip tidak akan kehabisan kata, tidak pula sepi tema, atau kekurangan bahan. Tidak pernah bengong lalu bingung untuk memulai. Tidak pernah stagnan saat menghadapi mimbar bergosip. Semuanya terjadi mengalir begitu saja. Saling menyahuti dan secara naluriah membangunkan kreatifitas ber-ide secara spontan dan cepat. Tanpa sadar mereka mengungkapkan majas, ironi, logika, atau sebuah proses analisa yang cukup mendalam. Penggosip mengungkapkan bahan pembicaraan dengan semaunya, tanpa takut gosipnya dinilai murahan,  jelek atau justru menarik. Itu tidak penting bagi seorang penggosip. Yang terpenting adalah bagaimana ia bisa memberikan kabar terbaru (ide) sebelum didahului penggosip lainnya. Dan, kegembiraan tidak hanya dimiliki si penggosip namun semua audience seperti mendapatkan kepuasan yang sama.
Bergosip juga tidak menggunakan bahasa yang berbelit-belit. Mereka menyampaikan mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Yang terpenting adalah apa yang disampaikan penggosip sampai dan dimengerti oleh yang mendengar.

Karena itu, ia tidak pernah mensistematisasikan apa saja yang akan dikabarkan. Hanya, selalu memegang satu tujuan agar pendengar bisa menangkap gagasan yang ada dipikirannya. Tidak peduli bahasa yang digunakan simpel, atau tidak menggunakan bahasa-bahasa “langit” juga tak masalah.
Melihat serunya bergosip kenapa tidak berlaku pada aktivitas menulis? Apalagi bagi seorang penulis pemula. Persoalan tidak menemukan kata pertama, atau stagnan ide adalah persoalan lama yang pasti dialami penulis pemula.

sumber foto: beritagar.com
Hal itu terjadi tiada lain, karena dalam diri penulis biasanya tidak merdeka. Ada sebuah ketakutan atau ekspektasi yang lebih dari sekedar menulis dan mengungkapkan gagasan. Keinginan untuk mendapat honor, popularitas dan pujian biasanya menjadi tujuan utama. Kekhawatiran tulisannya dinilai jelek atau bahasanya amburadul (tidak bagus) menghambat penulis untuk mulai menulis. Sehingga, ia selalu mengeluhkan kata pertama yang tak kunjung muncul di pikirannya untuk mengawali menulis, atau tulisan yang tak rampung, atau putus di tengah jalan karena energi terkuras oleh ekspektasi yang berlebih terhadap karya tulisnya. Harapan-harapan seperti itulah yang kebanyakan menjelma menjadi sebuah jangkar yang menghambat untuk memulai petualangan dalam menulis. Karena itu, menulis tidak bisa seseru bergosip.

Namun, jangan disalahartikan. Maksudnya, menulis seseru bergosip ini hanya melihat pada semangat mengungkapkan atau cara bergosip yang dilandasi rasa merdeka, sehingga mempermudah untuk bebas berkreasi dan berkarya tulis. Bukan mengacu pada isi gosip yang biasanya tidak sepenuhnya benar atau cara pandang yang tidak berdasar.

Ya, menulis memang seru dan mirip sebuah petualangan. Sama halnya bergosip. Ketika seseorang sudah melemparkan bahan bergosip, maka peserta gosip tidak akan pernah tahu pembicaraan ini akan bermuara kemana dan penggosip tidak akan pernah peduli akan berakhir dimana. Menulis juga demikian. Menulis seperti cara bergosip mengabaikan semua jangkar yang membelenggu dan terus mengetikkan kata. Karena itu, saya yakin menulis pun bisa seseru bergosip. Petualangan membeberkan, menjabarkan dan mengurai gagasan akan menjadi menarik dan membiarkan semua informasi yang tersimpan di otak keluar dengan begitu saja. Bebaskan diri untuk menggunakan majas, frase-frase, ungkapan unik-lucu dan lain-lain. Menjadi penulis seperti penggosip tidak akan kehabisan bahan. Proses kreatif akan muncul seiring dengan kebebasan menulis. Karena seorang penggosip adalah pemapar atau pemeri yang merdeka. Karena itu, menulis membutuhkan kemerdekaan. Karena, kemerdekaan akan menghilangkan batas-batas atau sekat-sekat yang membatasi kreatifitas menulis.

Hernowo, salah seorang penulis pernah menawarkan sebuah gagasan “menulis selezat pizza”. Begitu juga dia, bukunya ditulis dengan bahasa komunikatif dan menggunakan bahasa tutur, sehingga mudah dicerna tanpa meninggalkan makna atau pesan pentingnya. Dengan begitu buku tersebut benar-benar berasa selezat pizza, karena ditulis selezat pizza pula.  Ippho Santosa juga menggunakan gaya penulisan yang bebas dari pakem. Ia menulis mengalir, meloncat-loncat, penuh analogi dan bahkan ia menyebut bukunya yang berjudul Marketing is Bullshit sebagai sebuah buku yang sangat kreatif dan sangat liar. Walhasil, pembaca membaca dengan enjoy dan melahap dengan nikmat.

Marilah menulis seseru bergosip. Membeberkan banyak hal yang ingin disampaikan. Boleh menggunakan analogi, referensi, bahkan kisah-kisah untuk menjadikan menulis itu asyik. Dengan begitu, tidak ada yang bisa menghentikan jari-jari anda menekan tuts-tuts keyboard untuk mengungkapkan semua yang ingin diungkapkan.

Comments